Pasar
organik Indonesia menunjukkan peningkatan sekitar 5 % per tahun dengan
nilai penjualan sekitarr 10 miliar. Aliansi Organik Indonesia (AOI)
merilis, sebagai organisasi yang mengemban mandat untuk mempromosikan
pertanian organik dan memfasilitasi akses pasar produk pertanian organik
di Indonesia, AOI telah melakukan sejumlah pameran untuk
mengkampanyekan produk-produk organik di masyarakat.
Direktur
Program AOI, Rasdi Wangsa, Selasa (9/4) mengatakan, memasuki abad 21,
masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian
bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih
bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
Gaya
hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami,
seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi
pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan
metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Menurutnya,
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu
pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada
tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik
dan ekspor.
Pelatihan ICS
Sebelumnya,
awal 2013 AOI telah menyelenggarakan pelatihan untuk Pelatih Sistem
Pengawasan Internal (TOT ICS) untuk Sertifikasi Kelompok Petani dan
Sertifikasi Ekososial. Pelatihan ini untuk meningkatkan kemampuan para
peserta dalam mengembangkan Sistem Pengawasan Internal untuk menjamin
kualitas produk organik. Peserta berasal dari anggota AOI dan umum.
Prinsip
dasar dari pengembangan ICS adalah untuk memfasilitasi kelompok petani
kecil menghasilkan produk organik berkualitas sesuai standar dan
akhirnya bisa mendapatkan penjaminan (sertifikasi) baik dari lembaga
sertifikasi pihak ketiga maupun komunitas.
Dalam
TOT ICS, syarat dari sertifikasi kelompok petani kecil adalah memiliki
unit usaha tani umumnya dikelola oleh tenaga kerja keluarga, pendapatan
usahatani tidak cukup untuk membayar biaya sertifikasi, keseragaman
anggota kelompok petani baik lokasi geografis, sistem produksi, ukuran
kepemilikan lahan dan sistem pemasaran.
Dalam
mengembangkan ICS, petani harus terbiasa dalam kerja organisasi dan
mencatat atau mendokumentasikan semua kegiatan terkait usaha taninya,
mulai dari proses produksi sampai pasca panen. Selain berorganisasi dan
mencatat, petani juga harus menyepakati dan memenuhi standar organik
yang telah disusun bersama serta bersedia menerima sanksi bila terjadi
ketidaksesuaian dengan standar tersebut.
Untuk diketahui, luas lahan yang
tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5
juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar
25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000).
Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum
tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik.
Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. (kpa)